Badal Haji: Ibadah Haji yang Dijalankan oleh Seseorang atas Nama Orang Lain, Ini Penjelasannya

- 20 Juni 2024, 23:20 WIB
Badal Haji: Ibadah Haji yang dijalankan oleh Seseorang atas Nama Orang Lain, Ini Penjelasannya
Badal Haji: Ibadah Haji yang dijalankan oleh Seseorang atas Nama Orang Lain, Ini Penjelasannya /

PADANG RAYA NEWS - Badal haji merupakan praktik ibadah haji yang dijalankan oleh seseorang atas nama orang lain. Istilah "badal" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti pengganti. Dalam ranah fikih Islam, badal haji didefinisikan sebagai "al-hajju anil ghairi," yang artinya berhaji untuk orang lain.

Konsep badal haji didasarkan pada niatan untuk menyempurnakan kewajiban haji bagi mereka yang tidak bisa memenuhinya secara langsung. Ada beberapa alasan mengapa seseorang membutuhkan badal haji. Yang paling umum adalah karena meninggal dunia. Seseorang yang sudah meninggal dunia dan belum sempat melaksanakan ibadah haji semasa hidupnya, bisa digantikan hajinya oleh orang lain.

Selain itu, badal haji juga bisa dilakukan untuk orang yang masih hidup namun memiliki uzur syari, yaitu halangan yang dibenarkan agama Islam untuk tidak melaksanakan ibadah haji. Uzur syari ini bisa bersifat fisik, seperti sakit parah atau usia lanjut yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menjalankan ibadah haji. Uzur syari juga bisa bersifat non-fisik, misalnya karena keterbatasan finansial yang tidak memungkinkan untuk berangkat haji.

Baca Juga: Jemaah Haji Indonesia yang Wafat Tahun Ini 193 Orang, Menurun Dibanding Tahun Lalu

Terdapat Syarat dan Ketentuan yang Harus Dipenuhi

Badal haji bukanlah sembarang ibadah yang bisa dilakukan seenaknya. Terdapat beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Pertama, orang yang ditunjuk sebagai badal haji (muhdil) harus memenuhi syarat-syarat umum untuk menjadi haji, yaitu Islam, merdeka, baligh (sudah akil baligh), mampu (secara fisik dan finansial), dan istithaah (mampu dalam hal keamanan perjalanan). Selain itu, muhdil harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji. Ini penting agar ibadah haji yang dijalankan bisa sesuai dengan rukun dan ketentuan yang benar.

Kedua, orang yang diwakilkan hajinya (mujbir) haruslah muslim yang meninggal dunia atau memiliki uzur syari yang dibenarkan. Jika mujbir masih hidup, ia harus meniatkan dan mewakilkan hajinya kepada muhdil secara ikhlas.

Ketiga, harus ada kesepakatan dan kejelasan biaya antara mujbir atau ahli warisnya dengan muhdil. Biaya ini tidak bisa dipatok secara sembarang, namun harus sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dan tidak boleh mengandung unsur riba.

Baca Juga: 295 Jemaah Haji Indonesia Dibadalhajikan Tahun Ini, Rata-rata karena Wafat dan Sakit

Praktik Badal Haji Memicu Diskusi Alot di Kalangan Ulama

Praktik badal haji memicu diskusi yang cukup alot di kalangan ulama. Para ulama dari mazhab Hanafi berpandangan bahwa badal haji tidak diperbolehkan, terutama jika ada unsur imbalan atau bayaran. Mereka beralasan bahwa ibadah haji merupakan kewajiban personal yang tidak bisa diwakilkan. Namun, jumhur ulama (mayoritas ulama) dari mazhab lain seperti Maliki, Syafi'i, dan Hanbali justru memperbolehkan praktik badal haji. Landasan mereka adalah hadis shahih riwayat Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu yang menceritakan kisah seorang wanita tua yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ayahnya yang sudah meninggal dunia tanpa sempat berhaji.

Halaman:

Editor: Fauzaki Aulia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah