Tradisi Unik 'Marapulai Basuntiang' di Indrapura Kabupaten Pesisir Selatan

10 Juni 2024, 12:13 WIB
Tradisi unik 'Marapulai Basuntiang" di Nagari Indropuro, Kabupaten Pesisir Selatan. /Ahzaani Walfakhri

PADANG RAYA NEWS - Ranah Minangkabau terkenal dengan berbagai macam adat dan tradisi yang menarik, seperti adat perkawinan yang memiliki tata cara yang unik dan menarik. Setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda-beda dan tentu pelaksanaannya di masing-masing daerah juga berbeda-beda, karena setiap daerah memiliki cara dan prosedur tersendiri yang Sesuai dengan adat-istiadat yang dianut oleh masyarakat tersebut dalam melaksanakan upacara Perkawinan.

Meskipun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan upacara perkawinan, tetapi mereka memiliki tujuan dan maksud yang sama, yaitu mempersatukan seorang laki-laki dengan seorang Perempuan untuk membina sebuah keluarga yang baru "Baralek" (walimah) atau pesta pernikahan.

Baca Juga: Menarik! KNPI Gelar Sijunjung Future Leader, Cari Ajudan Milenial Bupati

Salah satunya pada suku Malayu Kecik di Kampuang Koto Pandan, Nagari Inderapura Timur, Kecamatan Air Pura, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada saat beriringan arak-arakan kedua mempelai memakai "Suntiang" (Sunting) keliling "kampuang" (kampung).

Nagari Inderapura sendiri suku Malayu terbagi tiga, yakni Malayu Kecik, Malayu Gadang dan Malayu Tangah. Pada saat prosesi perkawinan ada acara yang disebut arak-arakan. Arak-arakan keliling kampuang tersebut bertujuan memberitahukan kepada masyarakat kampuang bahwa kedua mempelai telah sah berstatus suami istri, kemudian status sosialnya pun akan berubah yakni menjadi urang sumando bagi mamak rumah, menantu bagi mertua dan kemenakan bagi mamak serta mendapatkan nama gelar urang sumando.

Pesta pernikan anak kamanakan suku Malayu Kampuang Koto Pandan pengantin laki-laki memakai Suntiang. Marapulai basuntiang (bersunting) pakaian adat Inderapura terbilang unik dan langka hanya ada di Inderapura. Daerah lain di Sumatera Barat tidak ada marapulai memakai suntiang melainkan saluak.

Tradisi marapulai basuntiang merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan pada saat melangsungkan pesta perkawinan yang memenuhi ketentuan hukum adat masyarakat di Kenagarian Indropuro seperti di Inderapura Kabupaten Pesisir Selatan memiliki adat pernikahan yang mewajibkan “marapulai” (mempelai pria) menggunakan “suntiang”. “Suntiang” dalam adat pernikahan Minang biasanya digunakan oleh “Anak Daro” (mempelai wanita). Tradisi ini sangat unik di masyarakat Minangkabau karena marapulai memakai suntiang ini juga sangat menarik.

Baca Juga: Peduli Terhadap Lingkungan, PKK Nagari TBAS Jalankan Program Bank Sampah

Asal Usul Tradisi Marapulai Basuntiang

Asal-usul tradisi marapulai basuntiang berawal dari peperangan yang terjadi di daerah Inderapura pada abad 14 M. Tradisi yang unik di Kenagarian Inderapura marapulainya (pengantin laki-laki) memakai suntiang (sunting), sedangkan di Kenagarian lain marapulainya memakai Saluak. Hal ini dikarenakan dahulunya di nagari Inderapura terjadi perperangan memperebutkan wilayah Kerajaan Indojati (Inderapura-Indropuro). Pada peperangan yang terjadi tersebut orang Inderapura menyambut pihak lawan dengan tarian dan anak daro (pengantin perempuan), sehingga tertariklah pihak lawan dengan salah satu dari anak daro itu.

Dengan demikian maka di pakaikanlah suntiang oleh orang Inderapura kepada lawan tersebut. Daerah Inderapura ini merupakan daerah kerajaan pada zaman dahulu, sehingga kerajaan lain ingin menguasai Inderapura. Dengan keinginan tersebut maka terjadi perperangan memperebutkan kekuasaan, karena orang Inderapura cerdas, maka mereka memiliki strategi untuk menyambut kedatangan kerajaan lain itu, yaitu dengan tari-tarian yang ditarikan oleh anak daro yang memakai suntiang.

Sehingga tertariklah raja dari pihak lawan kepada salah satu anak daro yang menari dan mereka dinikahkan. Ketika pesta perkawinan anak daro dan marapulai diberi suntiang sebagai hiasan kepalanya. Cerita asal-usul tradisi marapulai basuntiang memiliki fungsi dan nilai-nilai. Jika diperhatikan secara cermat, ternyata suntiang marapulai tak sama dengan suntiang yang dikenakan oleh anak daro. Motif suntiang mempelai pria lebih besar, ukuran tingginya lebih pendek, dan lebarnya juga lebih singkat.

Sedangkan suntiang anak daro, motifnya lebih halus, ukurannya lebih tinggi dan juga lebih lebar. Kesan tegas dan wibawa muncul pada suntiang marapulai. Sementara pada suntiang anak daro, memancarkan kehalusan dan keindahan.

Baca Juga: Minat Masyarakat Sijunjung Ikut Adhoc Pilkada Menurun Dibandingkan Pemilu

Makna dan Nilai Tradisi Marapulai Basuntiang

Makna dan nilai dari tradisi marapulai basuntiang yang dilaksanakan pada saat upacara perkawinan dengan maksud bahwa seorang laki-laki tersebut telah menyumando kepada pihak perempuan di Nagari Inderapura serta mendeskripsikan pelaksanaan tradisi tersebut. Tradisi marapulai basuntiang merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan pada saat melangsungkan pesta perkawinan yang memenuhi ketentuan hukum adat masyarakat di Kenagarian Indropuro. Sedangkan makna dan nilai yang terkandung dalam tradisi basuntiang adalah nilai adat dan nilai agama serta perubahan di masyarakat. Dalam melaksanakan tradisi basuntiang terlihat dari suntiang yang mana dahulu suntiang berasal dari kerajaan, sedangkan sekarang tidak dan kurangnya keingintahuan generasi muda terhadap tradisi.

Baca Juga: DESTINASI WISATA: Kepulauan Raja Ampat Surga Bagi Para Pelancong, Ini Keistimewaannya

Makna dan Nilai yang terkandung dari Basuntiang

  1. Makna basuntiang dari segi proses yaitu melambangkan keterkaitan kerja sama antara komponen yang satu dengan komponen yang lain yaitu antara mamak dengan anak kemenakannya dan antara keluarga dengan kaumnya.
  2. Makna dari segi waktu yaitu menggambarkan hari pelaksanaan perkawinan tersebut sehingga bila dilihat dari waktu maka kita sudah tahu kapan pelaksanaan hari yang bahagia itu.
  3. Makna dari aktor yaitu melambangkan orang yang akan dipakaikan dan yang akan dikawinkan.
  4. Makna dari peralatan yaitu semua peralatan melambangkan tentang perkawinan yang digelar (dilaksanakan)

Tujuan Marapulai Basuntiang

Adat Marapulai Basuntiang asal Inderapura ini bertujuan untuk menghargai paman (Niniak Mamak) dan pemimpin adat (Datuak). Selain itu, pemakaian "Suntiang" kepada Marapulai adalah bentuk kemegahan dan identitas diri sebagai menantu laki-laki (Urang Sumando) bagi Mamak di rumah

Baca Juga: Pantarlih Pilkada 2024 Segera Direkrut, Ini Honornya, Bisa Dapat Puluhan Juta Jika...

Tradisi Unik Lainnya: Badikia

Selain marapulai basuntiang ada juga yang namanya badikia yang merupakan musik perkusi rebana berukuran besar yang dimaikan tiga orang atau lebih sembari berselawatan kepada Nabi SAW. Badikia diadopsi dari bahasa Arab berzikir yang disebut oleh masyarakat lokal nagari Inderapura Kecamatan Air Pura Kabupaten Pesisir Selatan. Berzikir ini telah ada sejak zaman agama Islam masuk ke Inderapura.

Berzikir ini merupakan ritual sakral yang lantunkan pada acara baralek (Pesta Perkawinan). Selain itu, kegiatan tersebut juga sering mengisi acara tahunan seperti menyongsong bulan Malut Nabi Muhammad SAW dan maanta (Mengantar) bulan Maulut Nabi Muhammad SAW.

Berzikir dengan peralatan rabana (rebana) saling meningkah satu dengan yang lain. Sehingga dinamisasi musik perkusi pun terlahir serta diiringi sahut menyahut suara zikir yang dilantunkan. Memainkan musik rabana atau badikia tersebut dimainkan minimal tiga orang atau lebih. Badikia merupakan sebagai penanda ada acara pesta atau keramaian. Setiap di tabuh rabana tersebut ada makna.

Disclaimer: Artikel ini kiriman Pembaca Padang Raya News, Ahzaani Walfakhri, mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Andalas. Isi yang terkandung di dalam artikel diluar tanggung jawab Redaksi Padang Raya News.

Editor: Fauzaki Aulia

Tags

Terkini

Terpopuler